Menjalankan kegiatan bisnis tidak pernah sepi dari tantangan dan hambatan. Termasuk hari ini. Baik menyangkut masalah permodalan, sumberdaya manusia, pemasaran maupun perijinan. Tapi bagi pebisnis muslim kiranya tantangan terbesar adalah bagaimana menjalankan bisnis dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam di tengah-tengah suasana bisnis dalam sistem kapitalistik yang cenderung menghalalkan segala cara. Tentu saja jalan belum tertutup sama sekali. Bahkan masih cukup banyak peluang terbuka bagi pebisnis muslim yang mencoba untuk sukses tanpa harus melanggar syariah.
Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Alam Nasyrah : 6)
Simak kasus berikut.
Yaslinur, pria kelahiran 1968, melalui keuletannya dalam berbisnis, akhirnya sampai sekarang berhasil membangun 5 outlet swalayan, toko buku dan busana muslim yang tersebar di Bogor di bawah bendera kelompok usaha "Al Amin". Lembaga yang sejak mula telah diazamkan sebagai lembaga usaha Islami ini juga dikenal konsisten dengan prinsip-prinsip bisnis sesuai syariah. Konsistensi ini dikukuhkan dalam motonya : 'Mitra Menuju Kehidupan Islami'.
Sejak 1990, ia sudah membangun bisnis dan sempat mengalami jatuh bangun. " Tetapi, dimana ada kemauan di situ ada jalan dan di balik setiap kesulitan pasti selalu ada kemudahan," tuturnya. Tekadnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Bogor membawa konsekuensi harus berpisah dengan orang tuanya. Sembari kuliah (1990), ia berikhtiar untuk hidup mandiri sepenuhnya. Kegiatan kuliahnya yang super ketat ditingkahi aktivitasnya sebagai pengurus organisasi mahasiswa Islam dan bahkan menjadi 'marbot' masjid kampus membuatnya berpikir keras untuk menemukan konsep bisnis yang tidak mengganggu perkuliahannya namun sesuai dengan koridor syariah.
Dimulai dengan jualan kaos kaki dengan cara menitipjualkan di toko milik saudara. Beralih untuk mencoba 'catering' beras yang idenya bermula dari kepanitiaan bakti sosial Ramadhan. Hingga jadi penyalur buku IQRO di masjid kampus. Semua itu dijalaninya sembari terus mencari peluang terbaik. Meningkatnya kebutuhan akan buku-buku Islami, busana muslim beserta segala asesorisnya sejalan dengan bertambahnya ghirah keislaman mahasiswa, memberi peluang bisnis yang dicarinya selama ini.
Di tengah kesibukannya melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di kawasan Bandung, mulailah dipersiapkan segala sesuatunya. Dipilihnya model syirkah mudhorobah. Lalu, sambil dilajo Bogor-Bandung, disusunlah proposal usaha. Berhasilkah? Ternyata, tidak. Dari semua kenalan yang dikunjunginya, tidak ada seorang pun yang bersedia menjadi calon investor (shohibul mal). "Belum melihat hasilnya," begitu rata-rata alasannya.
Belajar dari berbagai pengalaman, akhirnya, setahun kemudian (1991) dipancangkannya tekad untuk membuka resmi sebuah toko kecil berukuran 4 x 3 meter persegi. Dipilihnya lokasi dekat kampus tempatnya kuliah. Yaslinur memilih nama Al Amin, sebagai doa bagi keberhasilan usaha ini. Al Amin adalah juga sebuah nama yang mengingatkan bahwa usaha ini bermula atas dasar kepercayaan. Mengingat modalnya selain berasal dari milik sendiri, yaitu tabungan hasil usaha sebelumnya sebesar Rp 467.850,- selebihnya adalah pinjaman dari kawan-kawannya sebesar Rp 1.818.650,-. Kepercayaan yang sekaligus menyiratkan keprihatinan. Sebab, "Banyak yang belum mengerti konsep syirkah mudhorobah", tutur ayah berputra dua orang ini ketika menjelaskan mengapa modal terbesarnya adalah pinjaman.
Dengan dana yang tak bisa dibilang banyak, Yaslinur terus berbenah diri. Digaetnya penerbit buku untuk bekerjasama dengan sistem konsinyasi (titip jual).
Media Dakwah, Gema Insani Press (GIP) dan Al Kautsar tercatat sebagai penerbit buku-buku Islam yang paling awal menyambut ajakannya. Untuk perlengkapan busana muslim, digalangnya kerjasama dengan sebuah perusahaan konveksi busana muslim. Untuk pasokan alat tulis kantor, seorang kawan bersedia membantunya. Pendek kata, Yaslinur terus berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk meningkatkan laba dan skala usahanya. Ia ingin memposisikan nama Al Amin di mata masyarakat sebagai sentra koleksi Islami terbesar di Bogor, Al Amin Islamic Collection. “Berani mencoba adalah setengah dari keberhasilan”, begitu filosofi yang memacu semangatnya.
Tahun pertama usahanya, ia mencoba menerapkan strategi meningkatkan laba usaha sembari melakukan efisiensi di sana-sini. Al Amin berusaha mencari sumber pasokan barang yang lebih murah, misalnya menjajagi secara langsung ke produsen. Memotong rantai pemasaran yang panjang. Bila tidak bisa, maka dilakukanlah cara kedua, yaitu membeli dengan skala yang lebih besar pada pemasok lama. Dengan cara ini paling tidak akan menekan harga beli lebih murah lagi.
Setelah efisiensi dirasakan cukup berhasil, tepat pada tahun kedua usahanya, Yaslinur mulai melangkah keluar. Kini saatnya mengembangkan diri. Dengan acuan model Al Amin yang sudah ada, dibukalah secara bertahap tiga outlet baru, yaitu Al Amin Kalibata dan Fatmawati di Jakarta Selatan, dan Al Amin Cimahi di Bandung. Namun, sambutan masyarakat ternyata tak seramai di kota asalnya. Di ketiga tempat ini rata-rata sepi. Pada tahun ketiga usahanya berjalan, Yaslinur akhirnya memutuskan untuk kembali berkonsentrasi di pasar Bogor. Ditutupnya ketiga outlet tadi. Semua dijadikan pelajaran yang sangat berharga. Ia merasa harus bangkit lagi. Sebab, “Pasar Bogor masih sangat kondusif dan belum jenuh sama sekali. Apalagi, kondisi masyarakatnya yang relatif haus akan ilmu-ilmu agama semakin membutuhkan ‘mitra menuju kehidupan Islami’. Sesuatu yang menjadi pegangan Al Amin selama ini,” ujarnya mantap.
Kepercayaan masyarakat yang terus bertambah sangat membesarkan hati. Akhirnya, di penghujung tahun 1995, Yaslinur memantapkan tekad untuk mendirikan lagi outlet Al Amin Swalayan di Babakan Raya Bogor. “Alhamdulillah, inilah buah bila kita konsisten terhadap prinsip dan syariat Islam” Yaslinur tak putus terus bersyukur.
Pertemuannya dengan seorang pengusaha besar Bogor yang memiliki visi keumatan yang sama semakin menambah keyakinannya dalam mengibarkan bendera Al Amin. Apalagi setelah pengusaha tersebut mengajaknya bekerjasama melalui mekanisme syirkah inan. Baginya, semua jalan yang halal lagi menguntungkan tidak ada salahnya untuk dicoba. Sebab, “Al Amin harus punya inisiatif untuk berubah semakin maju. Bukan semata-mata terseret hanya mengikuti kehendak perubahan.” Kini, Yaslinur telah memiliki 5 outlet swalayan, toko buku dan busana muslim yang tersebar di Bogor.
Dikutip dari buku
Menggagas Bisnis Islami, M. Ismail Yusanto & M. Karebet Widjajakusuma, Gema Insani.
Anda bisa membeli bukunya secara Online di Kutukutubuku.com
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
trimz sangat inspiratif..
BalasHapus